Saturday, July 18, 2009

Harapan-Harapan Besar

Duapuluh tiga tahun yang lalu, lahirlah aku ke dunia dengan pendengaran dan penglihatan yang belum semprna dan juga mulut ini masih dalam kebisuan, hanya bisa menangis dan menangis.
Jerit tangisku malam itu mengganggu tidur di malam hening. Tak ada yang tau mauku, kerena aku hanya bisa menangis dan menangis. Namun ada seorang wanita yang paling berjasa dalam kelahiranku, dia peka, bisa merasakan dan faham apa mauku, yaitu ibuku. Ibu sontak langusng faham, bahwa si jabang bayi sedang kehausan atau lapar. kemudian meneteklah aku dengan semangat, kemudian diamlah aku dari tangis. Jasa Ibu tak tertandingi. maafkan aku, ibu, jika sudah mengganggu tidurmu.....
Dua puluhtiga tahun silam aku menjalani hidup ini dengan seadanya, mengalir apa adanya, tanpa babibu aku protes ini itu dengan berbagai pertanyaan; kenapa aku dilahirkan? kenapa aku ini di lahirkan di desa tidakdi kota?, kenapa aku tidak tampan seperti Adam Jordan? dan Bla bla bla. seabrek pertanyaan itu tidak ku lontarkan.
Hidup dengan selalu menjalani apa yang di perintahkan tanpa protes dan tanpa melawan dan lebih-lebih tidak melaksanakannya. Aku sendiri merasa bahwa hidup ini memanglah untuk mengabdikan kepada sang pencipta. Bersukur karena sudah di lahirkan ke dunia hingga aku menikmati indahnya dunia seisinya, aku bisa merasakan apa itu enak apa itu tidak enak dan sebagainya.
kehidupan yanga fana ini kadang menipu aku, aku terbuai rayu setan, rayuan gombal yang meninabobokan aku hingga tertidur dalam selimut biadab yang penuh nafsu. Na'udzubilah!!!

Kurang lebih 19 tahun kujalani hidup di desa, sisanya di pondok pesantren dan di luarnegeri. Tak henti-hentinya aku bersyukur, aku bisa menjalani sebagian masa-masa pendidikanku di luar negeri. Namun tak lupa juga aku harus berterimakasih kepada pesantren yang telah mengajariku, yang secara tidak langsung memberikan petunjuk padaku hingga aku terbang keluar negeri. Tapi sebenarnya yang paling berjasa adalah kakakku sendiri, yang kalau dia tidak menunjukkan aku untuk menuntut ilmu di pesantren, mana mungkin aku bisa ke luar begeri, namun itu semua adalah kehendak Alloh semata, dialah yang menakdirkan ku terbang hingga di negeri para Nabi ini. Rasa syukur teruslah mengalir tanpa nenti, meskipun dalam keadaan susah.
Teringat masa-masa kecil dulu hidup di desa, bermain bersama teman-teman, asik sepertinya. serasa masa kecil itu tak kan pernah habis, pikirku dulu. sempat ku berfikir ketika kecil dulu, ketika itu aku baru kelas 3 Madrasa Ibtidaiyah, setingkat sekolah dasar; kapan ya aku ini sudah tidak lagi bersekolah, aku bosan dengan sekolah aku bosan dengan buku-buku sekolah, aku bosan melihat bangku-bangku sekolah, aku bosan melihat pak guru dan buguru, aku ingin segera keluar dari dunia pendidikan sekolah ini, kemudian aku bisa hidup selayaknya orang dewasa yang bisa bebas lepas tanpa ada kungkungan dari pihak lain, tanpa ada omelan orangtua karena aku tidak belajar dan tidak mengerjakan PR dan lain sebagainya.
Argh, itu hanya fikiran-fikiran yang kotor saja, itu hanya fikiran-fikiran yang mandeg dan konyol, yang hanya berfikir sekali saja tanpa di selingi perenungan yang matang.
Setelah aku menginjak dewasa, masa-masa di jenjang sekolah menengah pertama; aku baru bisa berfikir pandangan ke depan, bagaiman aku ini nanti bisa menjadi orang yang bisa membangun daerahku, bagaimana saya harus menjadi orang yang sukses, bagaimana aku ini nanti hidup tidak hanya menjadi seorang petani sebagaimana orangtuaku, meskipun pekerjaan itu tidak hina bahkan malah suatu pekerjaan yang mulia. Namun aku ingin merubah generasiku nanti dengan generasi yang lebih mapan dan hidup nyaman, tidak sengsara sebagaimana yang orang tuaku rasakan menjadi petani. Hasil pertanian sering di tipu para tengkulak, dan sering di monopoli para penguasa kaya, dan masih banyak lagi orang yang ingin memanfaatkan kebodohan orangtuaku khususnya dan orang desa pada umumnya.
Akhir pendidikanku di tingkat menengah pertama mulai menancapkan Benih Super; aku harus bisa menjadi orang yang mandiri dan sukses, aku tidak mau menjadi seperti kedua orangtuaku aku harus hidup lebih tidak mengandalkan otot saja, tapi aku harus hidup mengandalkan otak yang ku miliki. Orang yang mengandalkan intelektualitas lebih mulia di bandingkan yang mengandalakan otot semata, orang yang mengandalakan otot semata karena tidak kemampuannya untuk memenuhi , mengisi otaknya dengan bacaan-bacaan, atau ilmu- ilmu yang ada di dalam buku dan akhirnya menjadi orang yang tidak tahu perkembangan zaman.
Mereka hanya mengandalkan kekuatan fisik tanpa menggunakan otak karena tidak pernah di isi dan di asah atau bahkan di praktekan, mereka tiap harinya berpeluh, kuras tenaga banting tulang, namun hasilanya sedikit. aku harus menjadi orang yang sukses dan bisa membangun masyarakat desaku nanti, aku harus bisa mambimbing dan mengajari mereka supaya para tengkulak dan para juragan tidak seenaknya menindas orang-ornag desa.
Namun tak lupa juga bimbingan agar tetap beristikomah di jalan agama yang di bawa Nabi Muhammad SAW, hingga mereka bisa memahami apaarti hidup di dunia yang tidak hanya sekedar bertani dan bertani, mencari harta semata hingga melupakan kehidupan akhirat, harta mamang penting, harta adalah sarana untuk menuju ibdah kepadaNya.
Harapan ini haruslah tercapai, semoga Robb semesta alam mengabulkan cita-cita ini, cita- cita mulia untuk membangun sebuah desa yang tertinggal menju desa yang maju, makmur dan menuju masyarakat yang taat kepada Robb pencipta alam.

MWrD
6 juli 2009

No comments:

Sign by Dealighted - Coupons and Deals